Gangguan Disosiatif

Gangguan disosiatif (DMD) adalah penyakit mental kompleks yang melibatkan mengalami pemutusan hubungan abnormal antara pikiran, emosi, memori, lingkungan, dan kepribadian.

Gangguan Disosiatif antara pikiran

Gangguan disosiatif biasanya berkembang sebagai akibat dari stres traumatis dan membantu melindungi ingatan emosional yang sulit muncul ke permukaan. Hal ini sangat penting bagi mereka yang telah dianiaya dan dapat menjadi sangat trauma jika hal ini terjadi secara teratur.

Meskipun gejala penyakit disosiatif dapat bervariasi, banyak ciri umum telah diidentifikasi, yang meliputi kehilangan ingatan, kesulitan dalam mengingat informasi baru, persepsi waktu yang berubah, ketidakmampuan untuk mengingat kejadian masa lalu, amnesia, kesulitan berkonsentrasi, persepsi terdistorsi, dan kurangnya kesadaran diri. Penyebab gangguan ini belum diketahui; Namun, ada beberapa teori yang membantu menjelaskan alasan perkembangan gangguan tersebut.

Banyak peneliti telah mencoba untuk menentukan penyebab gangguan disosiatif dengan mempelajari kasus dan melihat gejalanya. Diperkirakan bahwa penyakit disosiatif mungkin terkait dengan serangkaian trauma yang dialami oleh seorang anak atau orang dewasa dari waktu ke waktu, termasuk pelecehan seksual, fisik, verbal, dan emosional. Beberapa peneliti berpendapat bahwa pengalaman traumatis dapat menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai gangguan stres pascatrauma, atau PTSD. Selain PTSD, disosiatif juga dikaitkan dengan berbagai gangguan emosional seperti depresi dan kecemasan.

Telah ditemukan bahwa anak-anak dengan gangguan disosiatif lebih mungkin menderita depresi daripada anak-anak lain. Namun, pada orang dewasa, berbagai faktor emosional telah diidentifikasi sebagai penyebab gangguan kepribadian disosiatif. Beberapa peneliti percaya bahwa faktor-faktor ini mungkin juga berperan dalam perkembangan gangguan disosiatif.

Gangguan Disosiatif mereka mungkin merasa

Salah satu teori yang menyatakan bahwa gangguan tersebut berkaitan dengan stres dan trauma pascatrauma disebut dengan ‘Trauma-Informed Theory’.

Banyak anak mengalami peristiwa traumatis selama masa kanak-kanak mereka, dan banyak yang mengalaminya sebagai kejadian normal. Orang lain akan mengembangkan gejala disosiatif di kemudian hari karena pengalaman ini. Anak-anak yang pernah mengalami pelecehan atau penelantaran seksual paling sering didiagnosis dengan gangguan kepribadian disosiatif. Orang yang pernah mengalami pelecehan fisik dapat mengembangkan gejala disosiatif di kemudian hari, meskipun mereka juga dapat menunjukkan gejala emosional. Gejala disosiatif biasanya terlihat setelah usia delapan belas tahun, meski bisa muncul lebih awal.

Gejala lain dari gangguan ini termasuk kehilangan ingatan, amnesia, kesulitan berkonsentrasi, dan kesulitan dengan hubungan. Meski belum pernah dibuktikan secara ilmiah, diduga trauma di kepala juga dapat menyebabkan gejala disosiatif; Oleh karena itu, banyak orang yang terkena cedera kepala telah didiagnosis dengan penyakit ini.

Seseorang yang menderita Gangguan Disosiatif tidak dapat mengingat peristiwa tertentu yang terjadi di masa lalu, atau orang atau hal-hal yang hadir selama peristiwa tersebut. Karena penderita mungkin kesulitan mengingat aspek-aspek tertentu dari kejadian tersebut, pengidap Gangguan Disosiatif mungkin mengalami kesulitan mengingat detail suatu peristiwa. Meskipun ini mungkin gejala dari penyakit mental lainnya, ini juga bisa menjadi tanda dari gangguan fisik lainnya.

Seseorang dengan Gangguan Disosiatif mungkin juga kesulitan mengingat tanggal, benda, atau peristiwa penting dalam hidup mereka.

Gangguan Disosiatif Oleh karena

Mereka bahkan mungkin kesulitan mengingat di mana mereka tinggal, bagaimana cara mengemudi ke tempat kerja, atau sekolah mana yang mereka hadiri. Meskipun belum pernah dibuktikan secara ilmiah, beberapa peneliti merasa bahwa kurangnya keakraban dengan tempat atau orang yang sudah dikenal mungkin juga merupakan tanda dari suatu kelainan.

Orang lain dengan Gangguan Disosiatif mungkin juga mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain, terutama orang asing. Ketika mereka dihadapkan dengan orang asing, mereka mungkin merasa cemas dan tidak nyaman, atau mereka mungkin menjadi defensif. Banyak dari gejala tersebut yang mirip dengan gejala Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), namun telah ditemukan bahwa gejala yang dialami oleh penderita Disosiatif Disorder serupa dengan yang terlihat pada individu yang menderita PTSD.

Seperti semua jenis gangguan, tidak ada penyebab atau obat yang diketahui untuk Gangguan Disosiatif. Namun, pengobatan telah dikembangkan yang dapat membantu individu mengatasi gejala-gejala ini dan menjalani hidup yang lebih bahagia dan lebih produktif. Metode pengobatan yang paling umum untuk menangani Gangguan Disosiatif melibatkan psikoterapi dan terapi psikodinamik.

Jika Anda menduga bahwa anak Anda mungkin menderita Gangguan Disosiatif, penting bagi Anda untuk mencari bantuan. Seorang dokter akan dapat memberi Anda perawatan yang tepat untuk memastikan bahwa Anda dan anak Anda dapat akur. Dalam banyak kasus, Anda akan menemukan bahwa anak Anda akan mulai pulih dan mendapatkan kembali harga dirinya ketika mereka diperlakukan dengan baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *